Pages

Subscribe:

Maret 11, 2012

Pengetatan remisi koruptor perjuangan melawan korupsi

detail
(dok.Okezone)
Sindonews.com - Serangan balik oleh koruptor terhadap regulasi menyangkut tindak pidana korupsi bukan pertama kalinya.  Hampir semua regulasi dikeluarkan dalam rangka pemberantasan korupsi pasti menuai reaksi penolakan, dan buntutnya harus diuji pada lembaga yang berwenang.

Oleh karenanya, pemberantasan korupsi menjadi tak mudah. "Perjuangan melawan korupsi tidak ringan dan tidak bisa sendiri," tukas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Denny Indrayana dalam diskusi Sindo Radio 'Kontroversi Remisi Koruptor' di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/3/2012).

Menurut Denny, aturan pengetatan remisi koruptor dikeluarkan Kemenkumham bernasib sama dengan regulasi sebelumnya. Sejumlah pihak  juga pernah melakukan serangan balik atas kebijakan Kemenkumham tentang Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, uu itu terpaksa harus diuji Mahkamah Agung (MA) sebanyak 17 kali.

Tidak itu saja, Satuan Petugas (Satgas) Mafia Hukum bentukan presiden juga pernah menjadi perdebatan. "Sebelumnya juga pernah Surat Keputusan Presiden (Kepres) tentang Satgas Mafia Hukum diuji di MA," kenang Denny.

Selain itu, masih ada regulasi lain yang menuai reaksi, yakni Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) juga mendapatkan perlawanan sehingga harus diuji di MA.  "Jadi, menguji peraturan-peraturan yang kita buat dan desain untuk agenda pemberantasan korupsi itu sudah sering dilakukan," tuturnya.

Denny pun meminta agar semua pihak mendukung kebijakan Kemenkumham, termasuk soal pengetatan remisi terhadap napi koruptor itu. Sebab, kebijakan tersebut juga salah satu cara dalam memberikan efek jera terhadap koruptor.  "Jika ingin pemberantasan korupsi itu tetap berjalan dengan baik, maka seharusnya regulasi-regulasi tentang korupsi jangan dibatalkan dong," ujar Denny.(lin)

1 komentar:

ria 10141 mengatakan...

remisi untuk koruptor??
aduhh..tambah bingung!!!